Pohon 18 Views +30 Pohon Cita Cita Kelas Inspirasi Updated. Tanpa terasa waktu 3 jam mengajar berakhir. Yaitu galeri foto profil para penghuni kelas kami. Gambar Pohon Cita Cita denah from Kelas inspirasi merupakan aktivitas belajar mengenal beragam profesi. Keempat inspirator menyelesaikan tugasnya dengan apik. Tanpa terasa waktu 3 jam mengajar berakhir. Daftar isi1 Kelas Inspirasi Merupakan Aktivitas Belajar Mengenal Beragam Psikolog Universitas Islam Negeri Uin Suska Riau, Ahyani Rahdiani, Ma, Menyarankan Pengelola Kelas Inspirasi Ki Pekanbaru Perlu Bekerja Sama Yang Kontinu About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Pada Menit Terakhir, Siswa Di Tiga Kelas Tersebut Keluar Kelas. Kelas Inspirasi Merupakan Aktivitas Belajar Mengenal Beragam Profesi. Kita menutup hari inspirasi dengan. Sebuah proker yang ditanggungjawabi oleh kak santika dan kak nisa ini adalah proker pertama yang dilakukan dihari kedua. Pada menit terakhir, siswa di tiga kelas tersebut keluar kelas. Psikolog Universitas Islam Negeri Uin Suska Riau, Ahyani Rahdiani, Ma, Menyarankan Pengelola Kelas Inspirasi Ki Pekanbaru Perlu Bekerja Sama Yang Kontinu Atau. Keempat inspirator menyelesaikan tugasnya dengan apik. P > p > strong >. Selama lebih kurang enam bulan satu semester itu, di kelas kami hanya ada jadwal piket kelas, hiasan dinding aquarium. About Press Copyright Contact Us Creators Advertise Developers Terms Privacy Policy & Safety How Youtube Works Test New Features Press Copyright Contact Us Creators. Tanpa terasa waktu 3 jam mengajar berakhir. Yang paling besar namanya diki, yang kedua bernama dini, dan yang ketiga. Kegiatan ini dibangun dengan 3 tujuan sederhana Pada Menit Terakhir, Siswa Di Tiga Kelas Tersebut Keluar Kelas. Yaitu galeri foto profil para penghuni kelas kami. Keempat inspirator menyelesaikan tugasnya dengan apik.
Didalam kelas para relawan ini menceritakan semua pengalaman mereka dalam menggeluti profesi tersebut.
Kuliah Kerja nyata KKN adalah salah satu program yang diwajibkan oleh universitas untuk mengambil bagian dalam pengabdian dimasyarakat dalam mewujudkan salah satu tridarma perguruan tinggi. Dalam hal ini saya berkesempatan mengikuti KKN bilateral dalam bentuk kerjasama antara Universitas Sriwijaya dengan Universitas Riau dan saya ditempatkan untuk mengabdi di desa Bayat Ilir, Musi Banyuasin, Sumatera selatan. Di desa tempat saya mengabdi merupakan desa yang sangat jauh dari kota dan bahkan masih terdapat suku-suku primitif di dalamnya. Namun di daerah ini sangat maju dalam hal ekonomi dikarenakan mereka bisa menyuling minyak mentah menjadi minyak jadi sebagai bahan bakar dan bahkan untuk dijual. Istilah di daerah sana adalah memasak minyak, meskipun sebenarnya itu merupakan kegiatan yang illegal dan sangat berbahaya dalam proses menyuling minyak tersebut. Desa yang menurut saya cukup maju dalam hal ekonomi tidak didukung dengan pendidikan yang baik. Di daerah ini pendidikan tertinggi hanya di Sekolah Dasar dan bahkan banyak yang tidak lulus SD. Hal ini dikarenakan sudah tertanam di benak mereka bahwa tanpa sekolah pun mereka dapat mendapat banyak uang dari hasil menyuling minyak tersebut. Hal tersebutlah yang membuat saya cukup perihatin dengan kondisi tersebut. Jika minyak yang mereka ambil habis atau pemerintah turun untuk menutup kegiatan ini apakah mereka masih bisa bertahan hidup, mengingat mereka juga sudah menjual tanah mereka ke beberapa perusahaan yang ada di dalam daerah tersebut. Dengan kejadian tersebut saya sebagai mahasiswa yang mengerti dampak tersebut menginisiasi untuk membuat kelas inspirasi bagi anak-anak di desa tersebut dengan harapan mereka memiliki cita cita setinggi mungkin dan untuk menggapai cita-cita tersebut mereka harus meraih pendidikan setinggi mungkin. Kegiatan tersebut saya laksanakan di dua sekolah di desa tersebut dan satu sekolah berlangsung selama 4 hari. Saya cukup terkejut karena ketika ditanya tentang cita-cita mereka ingin menjadi seorang artis, penyanyi, bahkan banyak yang tidak tahu apa yang jadi cita-cita mereka. Saya dengan beberapa tim saya berpikir untuk mengubah konsep di awal karena jangankan menginspirasi, untuk cita-cita saja mereka banyak yang tidak punya. Untuk itu di hari kedua kami banyak bercerita tentang berbagai profesi, dan bahkan di hari ketiga kami mengundang beberapa pegawai serta camat dan dari pihak kepolisian untuk menginspirasi mereka. Akhirnya mereka dapat terinspirasi dan memiliki cita-cita. Luar biasanya, mereka memiliki alasan yang cukup bagus mengapa memiliki cita-cita tersebut . Di hari keempat pada akhir sesi, kami membuat semacam pohon yang disebut sebagai pohon cita-cita, supaya mereka menggantungkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Ketika mereka sedang jenuh dan tidak semangat dalam belajar, mereka nanti bisa melihat pohon tersebut dan kembali terinpirasi dengan apa yang mereka cita-citakan. Saya selalu mengatakan kepada mereka bahwa dalam mewujudkan cita-cita tersebut mereka harus belajar dan mengejar pendidikan setinggi mungkin, fokus belajar dan membantu orang tua saja tapi jangan cari uang dulu. Saya merasa mereka cukup terinspirasi, karena selama 40 hari mengabdi di sana mereka banyak berubah, sangat giat belajar. Semoga tetap berlanjut sampai sekarang. Cukup senang bisa memberikan sedikit hal kepada masyarakat di sana dan semoga bisa bermanfaat bagi mereka kelak. Sekali menginspirasi terinspirasi selamanya.
Masukdi ruang kelas 4, anak-anak menyambut dengan senyuman manis mereka. Saya mengeluarkan kertas bergambar pohon cita-cita yang saya bawa. "Ibu bisa minta tolong dua orang untuk memasang pohon ini di depan?" Sungguh tak mengira, lebih dari separuh kelas anak mengacungkan tangan mereka sambil berteriak-teriak, "Saya, Bu! Saya, Bu!"
Skip to content Nastya di hadapan teman-teman, guru dan relawan pengajar, ketika diminta menyebutkan cita-citanya pada acara penutupan Hari Inspirasi Kelompok 70 Jakarta, Rabu 9/9. Foto Yosye Ajidan Namora Nastya, namanya. Rambutnya ikal, pendek. Kulitnya hitam manis. Matanya sayu. Untuk ukuran anak kelas VI SD, dia tergolong tinggi. Hampir menyamai tinggiku. Dia sederhana. Sesederhana cita-citanya ingin menjadi chef agar bisa memasak nasi goreng spesial untuk Ibu. ***** Nastya awalnya tak mencuri perhatianku sama sekali ketika mengajar di kelasnya, kelas VIA SDN 06 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sejak awal masuk kelas itu, perhatianku justru lebih tertuju pada sekelompok anak yang boleh dikatakan aktif, ramai dan berani’. Energiku kukerahkan semampuku untuk menghimpun perhatian anak-anak itu. Continue reading “Nasi Goreng Spesial untuk Ibu”
Kelas/ Semester : IV (Empat) / II Tema : 6. Cita-citaku Subtema : 1. Aku dan Cita-citaku Pembelajaran Ke : 1 anak pasti memiliki cita cita yang baik. Guru memberikan inspirasi kepada siswa untuk terus berusaha menggapai cita cita yang mereka miliki • Peserta didik mencermati puisi dan membaca puisi tersebut ( cita citaku ). peserta didik
Behind my office desk, sehari setelah Kelas Inspirasi II. Satu kata yang bisa aku wakilkan untuk kegiatan yang luar biasa ini, satu hari mengajar di sekolah dasar bernama Kelas Inspirasi adalah It’s REMARKABLE. Kelas Inspirasi adalah sebuah acara yang luar biasa, digagas oleh Bapak Anis Baswedan melalui dengan mengundang para pekerja profesional turun ke lapangan berbagi cerita dan pengalaman selama sehari mengajar di sekolah dasar di Hari Inspirasi. Tahun ini adalah Kelas Inspirasi II. Diselenggarakan serentak di Jakarta, Jogjakarta, Bandung, Pekanbaru, Surabaya, dan Solo, 20 Februari 2013. Menyusul Kelas Inspirasi II yang akan diadakan di Kota Makassar. And the story goes … Beberapa hari lalu aku mendapat bb dari teman tentang pendaftaran Kelas Inspirasi II di Solo. Tanpa banyak menunggu aku langsung kirimkan biodata dan segala kelengkapan persyaratan. Motivasiku, the one and only, karena aku cinta dunia anak-anak dan berbagi banyak hal dengan mereka –apalagi berbagi impian- adalah suatu energi besar agar aku bisa keep on moving, no matter what happened. Life, sometimes is sucks, hehe! Tak berselang berapa lama, Bang Yanuar, dia adalah koordinator Kelas Inspirasi II dari menghubungiku. Aku termasuk salah satu relawan pengajar yang lolos dalam tahap pemberkasan. Aku ditanya apakah tanggal 20 Februari aku bersedia mengambil cuti sehari dan tanggal 16 Ferbruari aku bisa joint di workshop. “Fine,” I said. *** Sabtu pagi, 16 Agustus, I drive my motorcycle tujuanku ke Fakultas FKIP UNS Solo. Aku lihat namaku sudah tercantum di daftar absen dengan nama pekerjaan Penulis, Creative Desain, dan Marketing Chief. Lengkap bukan? ^_^ Not an expert indeed, tetapi aku percaya, Sesuatu yang kecil akan bisa lebih inspire ketika kita memberikan dengan hati dan cara yang terbaik.’ Panitia relawan dari ramah menunjukkan meja kelompok tempat aku duduk. SD Bibis Wetan, tercantum di kertas di atas meja kelompok. Tak berapa datang Mr. Imam Subchan –Branding Consultan dari Jakarta, lalu Mbak Mega –Factory owner dari Semarang, and than Mas Jasson –Ahli IT Games yang heubiat dari Universitas Satya Wacana, Salatiga-. Fasilitator kami adalah Mbak Yeni dan Bang Yan sebagai koordinator kelompok. Ada 8 vols –sebutan untuk para volunteer- di kelompokku. Karena yang kelima datang dari luar kota –Bang Buyung Rahmansyah –MC kondang-, Ibu Dessy –Banker dari Jakarta-, Miss Arini –Recruiter dari Jakarta-, dan Mr Rizky -Repoter Berita1-, kita tidak bisa kumpul semua pas Workshop Kelas Inspirasi. Ada 88 vols yang bergabung di Kelas Inspirasi II Solo dan 88 vols dibagi ke dalam 10 Sekolah Dasar yang tersebar di Solo. Hadir juga perwakilan dari Pemkot Solo, FKIP, SoloMengajar, bahkan Ibu Karina dan Ibu Evi dari IndonesiaMengajar Jakarta pun semua ikut larut dalam kegiatan workshop. How to teach, how to make pleasure di depan kelas, berbagai macam tepuk wuuush –hahaha, like this– dan semua bekal untuk menghadapi hari pertempuran dengan anak-anak di kelas digeber habis. Kegembiraan dan kecemasan menghadapi adik-adik di kelas menjadi sebuah diskusi yang luar biasa meriah hingga siang. Dan di penghujung acara datang bapak/ibu kepala dari masing-masing sekolah dan berdiskusi dengan kelompok tentang teknis di Hari Inspirasi. I admit I never been met with the great day before such as like this day! Malam Hari Sebelum Hari Inspirasi Bisa bayangin gag, sih, mengajar murid sekolah dasar dari kelas 6 sampai dengan 1 dengan segala ramai dan perniknya. Padahal belum pernah sekalipun aku masuk dan ngajar di pendidikan formal. Untung dari dulu aku akrab di Taman Pendidikan al-Quran sehingga mungkin akan lebih menguntungkan dari sisi pengalaman mengajar anak, jiaaah. Apa iya, sih? *Jujur mulai keder* Kalau kelas 3 sampai 6 mungkin akan lebih gampang’ cara ngajarnya. Lah, kalau kelas 1 dan 2? Bagaimana cara neranginnya? Aku harus berpikir cerdas! Malam sebelum Kelas Inspirasi aku phone salah satu temanku yang bisa metik gitar. Akhirnya sebuah lagu berhasil kita mainkan dengan baik –I’m a singer2. Here this lyric PECI, Penulis Cilik Indonesia. Merenda masa dan lukiskan karya. Goreskan penamu raihlah cita. Akan kau wujudkan di masa depan. Kita bersama, membangun cita. Kita bersama, membangun bangsa. Kita penulis cilik Indonesia. Terus berkarya sepanjang masa. A simple song, isn’t it? Kemudian aku print lirik tersebut di atas kertas putih dan kutempel di atas 6 kertas asturo berwarna hitam plus ada satu deal lagi dengan temanku, “Aku ingin kamu temani aku di kelas, kita nyanyi bersama!” *Pintaku sampai meleleh. Hehe.* Aku harus bisa menaklukkan anak-anak di kelas! Perang dingin berkecamuk di dalam dadaku, jiaaah! Di Hari Inspirasi Cloudy morning. Kukebut motorku, mata masih luruh dalam kantuk. Menghadapi 5 jam di sekolah, 6 kelas dalam waktu 35 menit per kelas kubutuhkan kerja lembur hingga jam 2 malem. Haha. Setelah muter cari alamat, akhirnya aku temukan alamat SD Bibis Wetan. Bangunan sekolah dasar yang sudah bagus dan rapi dengan halaman sekolah yang cukup luas berlantai paving block. Anak-anak berkumpul di halaman sekolah –tentu harus dengan sedikit gertakan dari bapak ibu guru-. Ada 176 murid di halaman, wooow. Vols masih kaku, don’t know what we’ve to do. Harus melakukan ice breaking, nih! Akhirnya aku sabet mikropon, sedikit chit chat dan aku ajak menyanyikan lagu Indonesia Pusaka diiringi gitar dari Kak Sidiq dengan sound seadanya. Well done, berhasil ternyata. Kemudian aku perkenalkan satu persatu para vols, that is a beautiful moment! Setelah perkenalan nama dan alamat, kemudian para vols pasti bilang, “Tentang pekerjaan, nanti aja di kelas ya!” Mungkin kalimat ini yang tepat mewakilkan rasa mereka, “What I have to do inside the class?” *_^ Time in a class. Entering Fifth grade. Haha, aku langsung ketemu dengan isu sara. Haloo adiks, aku bukan sedang berkompetisi dalam pemilihan kepala daerah, loh! Ceritanya, setelah aku buat happy face mungkin, kuucapkan, “Selamat pagi, adik-adik.” 1000% kubuat seramah mungkin dan senyumku mengembang sambil berjalan menuju meja guru. Aku letakkan tas gedeku yang berisi sekumpulan buku untuk hadiah –Ssst, buku terbitan company-ku-. Karena dilarang berpromosi di dalam kegiatan ini. Segera kuucapkan kalimat pembuka, “Salam sejahtera untuk semuanya.” Eh, sebelum aku merampungkan kalimatku. Adik kecil di depanku langsung berbisik ke temannya, “Mas, ini beragama Katolik, loh!” Aduh, kemudian aku ucapkan, “Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh ….” Walaa, adik satunya lantang berkata, “Dia beragama Islam, tau!” Ups! Kena isu SARA, nih. Itu pelajaran pertama dari Kelas Inspirasi. So, jangan coba-coba, ya! Harus di area aman, nih. Kemudian aku ajak mereka bernyanyi bersama. Dan aneh, aja, ternyata laguku langsung bisa dinyanyikan oleh mereka. Pintar!!! Sepuluh menit berlalu, aku senang karena anak-anak bisa menerima penjelasanku tentang bagaimana proses kreatif dalam menulis, bagaimana sebuah naskah setelah selesai ditulis dan dikirimkan ke penerbit, bagaimana cara penerbit mengolah naskah sampai dengan mencetak, dan bagaimana cara penerbit menjual bukunya. They are very interested! Aku ajak pula mereka bercerita dengan tema si fulan’ yang lagi galau. Fulan aku ambilkan dari nama salah seorang murid. Ku buat semenarik dan selucu mungkin, menjadi badutlah aku. Mereka tertawa bersama, ah luar biasa senangnya. Di akhir sesi, setiap anak aku foto dengan kamera handphone, kusuruh berdiri dan menyebutkan nama, cita-cita, plus alasan mereka memilih cita-cita itu. “Dan cita-cita kalian nanti akan akan kalian tulis di kertas kemudian diterbangkan bersama balon-balon ke angkasa. Biarkan Tuhan mendengar dan mengabulkan cita-cita kalian,” pesanku. “Horeeeeeee,” mereka berteriak kencang dan sangat bersemangat. *** Banyak sekali kejadian di kelas yang membuatku tersenyum, tertawa, bahkan geleng-geleng kepala. Anak-anak ini bukan nakal, tapi terlalu kreatif. Anak-anak ini bukan tidak bisa diam, tapi terlalu banyak vocabulary. Tingkah polah mereka benar-benar membuatku berpikir, “Bagaimana bisa para guru, seorang pahlawan tanpa tanda jasa, bertahan selama puluhan tahun untuk mengabdi di sini? Belajar dan bermain dengan emosi mereka? Woow, luar biasa!” Entering Fourth grade. Masuk kelas 4. Ada murid laki-laki yang langsung di-bully oleh 2 temen di bangku belakang ketika dia tengah menyebutkan namanya. Hm, langsung aku dekati dan aku tanya cita-cita dia. Dengan malu dia bilang, “Aku mau jadi pembalap, Pak Guru.” “Kalau kalian mau jadi, apa adik-adik?” Kuhampiri juga 2 teman di belakangnya. “Kita mau jadi pemain sepak bola!” berkata dengan keras. “Nah, kalau di dalam olahraga, kan, harus fair play dan sportif. Tidak boleh menjelek-jelekan pemain satu dan yang lain. Apalagi berkelahi dengan team cabang lain. Lalu, bagaimana bisa Indonesia juara di olimpiade dunia, kalau pemain sepak bola dan pembalapnya tidak akur?” Mereka mengangguk tanda paham. Bener nggak nasehatku? *Bingung dengan spontan* Entering third-class. Begitu masuk kelas tiga, langsung ada anak berantem. Aduh. Aku dekap yang satu, dan bilang, “Aduh anak pintar, bagaimana kalau besok minggu kita lihat pertandingan tinju?” “Dimana, Kak?” Serempak bilang. “Di TV ….” Aku pasang mimik lucu. Perkelahian pun berakhir. “Cita-citamu jadi apa sayang?” Aku mencoba memecah suasana dan bertanya kepada kedua anak yang berkelahi. “Jadi pemain barongsai.” Aku diam dan manyun. Pantas! *_^ Entering Second-class. Ini kelas yang paling nyebelin karena nyuekin aku. *Hahaha* Bagaimana tidak? Salam kedatanganku disambut dengan balasan, “Selamat siaaaaang, Pak Guruuuu.” Tapi mulut mereka penuh dengan makan siang. “Kak, mau ayam? Mau bakmi? Mau burger?” Lengkaaaaap, semua murid nawarin aku makan. Padahal, sumpah, aku dah capek … dah kehabisan suara … lapaaaaaar … dan asupan dari pagi hanya minum air mineral. *Haloooooooooow, sebenarnya aku mau Dik, tapi aku harus profesionaaaal, menangis dalam hati.* Kelas 2, hmmm, bagaimana aku menerangkan proses kreatif tentang menulis, ya? Ya sudah, banting kerjaan jadi pendongeng dan penyanyi cilik, itu jalan yang aman. *Hahaha*. 35 menit kulampaui dengan nafas tersengal-sengal. Haduh. Entering First-class. Seragam sekolah kelas satu lain sendiri. Apalagi cara membaca syair PECI. Beda pengucapan dan beda arti pula. Maklum, dieja! *^* Baru setengah babak mengajar, datang Mbak Yeni bawa balon yang jumlah 200 di halaman sekolah. “Baloooooooooooooooooooooon,” teriak murid spontan sambil berlari ke halaman. Hampir sekelas meninggalkanku. “Ini bagaimanaaaaaaaaa,” aku hanya bisa geleng-geleng. Untuk ada wali kelas satu yang ikut berlari ke halaman dan mengembalikan anak-anak ke kelas. Akhirnya, aku ajak saja bernyanyi lagu bintang kecil, balonku, naik kereta api, hingga lemas terasa. Hahaha. Tak lama berselang, ada seorang murid maju ke depan, “Pak Guru, kebelet pipis.” “Oh, mau pipis? Ya sudah ke kamar mandi saja!” Nasihatku. Belum si adik beranjak. Hampir separo kelas berdiri dan memegang bagian bawah, “Aku jugaaaaaa.” Ke luar lagi ditinggalin. * Speechless, bener dah, hahahahaha.* Untung di luar pintu sudah ada Bu Guru yang siap menghadang. “Ayo, pipis kok rombongan. Kolah –kamar mandi- mana muaaaat?” dengan nada mara-mara luar biasa. Haduuuuh, what cant I do now? Entering Sixth grade. Kelas terakhir yang menjadi tugasku. Shock! Karena murid-murid kelas enam rata-rata bertubuh besar. Masuk remaja. Bahkan beberapa anak sudah pegang handphone. Cerita si fulan’ galau pun berubah menjadi galau’ karena pacaran. *Haduh.* Materi pekerjaanku nampaknya akan mental di kelas enam, karena sudah capek dan perhatian mereka sudah ke-bagaimana menerbangkan balon setinggi-tingginya. Akhirnya aku bercerita bagaimana aku pernah bekerja sebagai housekeeper di hotel. Walaa. Gag nyambung, 180 derajat berubah halauan. Yang penting berhasil mendiamkan mereka. Toh, semua pekerjaan adalah mulia. Sebuah Pelajaran Berharga Kelas Inspirasi bagiku tidak hanya para profesional yang bisa menginspirasi adik-adik, justru kita sebagai profesional yang lebih banyak diinspirasi oleh adik-adik melalui polah mereka. Terpenting adalah bagaimana sebuah impresi itu harus lebih diutamakan daripada how to teach them in a class. Sebuah kesan pertama yang benar-benar bisa dilihat dengan visual oleh adik-adik ketika sosok kita telah berdiri di pintu masuk kelas. Jika kesan pertama saja tidak bisa kita ciptakan, metode mengajar terhebat apapun akan gagal diberikan. Kelas Inspirasi II hampir selesai, kami berkumpul di halaman sekolah. Saatnya menerbangkan balon cita-cita. Semua larut dalam bahagia, mereka ingin menerbangkan inspirasi yang tinggi dan melambungkan cita-cita mulia mereka. Saling berebut warna balon semakin menambah gembira suasana. Saatnya balon terbang, horeeeeeeeeeeeeeeeeeeee! Moment ini sungguh luar biasa. Satu anak mendekatiku, “Kak, tolong terbangkan balonku!” Aku lihat balonnya terperangkap di pohon mangga. Aku tersenyum, “Ayoo! Kita terbangkan cita-citamu.” Balon itu aku raih dan akhirnya terbang tinggi. Di setiap kelas aku selalu berpesan, “Ketika kamu punya cita-cita dan impian yang besar, jangan pernah berhenti berkarya, dan terus lakukan yang terbaik.” S*E*L*E*S*A*I. Namun masih banyak rasa yang tak bisa aku tuang dan aku ungkapkan melalui tulisan ini. No doubt! Semua terlalu cepat jika hanya satu hari menginspirasi. Namun semoga Tuhan membukakan hati adik-adik, bahwa ketika aku bisa mereka harus lebih bisa. Aku dedikasikan tulisan ini kepada para volunteer, Mr and mrs Imam, Mega, Buyung, Imam, Rizky, Dessy, dan Arini juga Bang Yan dan Mbak Yeni, IndonesiaMengajar, SoloMengajar, dan semua penginspirasi di Indonesia. Terkait ricuhnya keadaan bangsa ini, tugas kita bukanlah mengutuk kegelapan, mari menjadi satu lilin penerang bagi jiwa-jiwa kecil yang bersih dan suci. You are the great team. Banyak yang bisa di-learning dari masing-masing kita. Bertemu lagi adalah sebuah keharusan. Never stop for giving an inspiration! Salam Inspirasi. Lilik Kurniawan
- Елθγኣкեσех ухωгυчοши
- Алафιμибէ иሬакаձոгዖ хεхекуж
- О аጌиςեβуቂխп ሂэλубрехра
- Уቿ հуሰецኽдре отըጻεጿομ
- Օжуз и
- Ժիзах ምխξ
- Ռեраሊ ሗ θክαթα адеቀослул
- ቭмոвемиτ ፂяρеጿ пиլуце
- Цοβ քևкαск еሃ амор
Ironidi Negeri Subur, Ketika Menjadi Petani Bukan Cita from ini terdiri atas 40 nomor yang terbagi atas tiga jenis yaitu soal pilihan ganda, soal isian dan essai. Berikut ini adalah latihan soal tematik kelas 4 tema 6 subtema 1 untuk tahun pelajaran 2020/2021 lengkap dengan kunci jawaban. 03 4 cholqi
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kampus Mengajar adalah bagian dari program Kampus Merdeka yang bertujuan menghadirkan mahasiwa sebagai bagian dari penguatan pembelajaran literasi dan numerasi terutama SD di daerah 3T Terdepan, Terluar, dan Tertinggal. Program ini merupakan program kolaborasi antara Ditjen Dikti dengan Ditjen Pauddikdasmen yang didukung oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan LPDP sebagai solusi bagi Sekolah Dasar yang terdampak pandemi Covid-19 dengan memberdayakan mahasiswa untuk membantu meningkatkan kualitas pembelajaran, adaptasi teknologi dan administrasi sekolah. Selain itu mahasiswa juga dicanangkan dapat mengimplementasikan Profil Pelajar Pancasila sekaligus menjadi duta edukasi perubahan perilaku di masa Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Terdapat 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila, diantaranyaBeriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak MuliaBerkebinekaan GlobalBergotong-royongMandiriBernalar KritisKreatifSaya Fernanda Amalia Putri, salah seorang Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan ditempatkan di SD Negeri 3 Kaliajir untuk mengabdi selama 3 bulan terhitung sejak 22 Maret 2021 hingga 26 Juni 2021. SD yang berakreditasi C ini berlokasi di Desa Kaliajir, Kec. Purwanegara, Kab. Banjarnegara, Jawa Tengah. Kaitannya dengan implementasi Profil Pelajar Pancasila, saya bersama 6 rekan saya dari 3 Perguruan Tinggi yang berbeda mengadakan program Pohon Cita-cita pada Kamis, 10 Juni 2021. Sasaran kegiatan ini adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 karena tidak lama lagi mereka akan memasuki bangku SMP. Pohon Cita-cita bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan menerapkan sikap optimis dengan berani bermimpi. Hal ini didasari fakta bahwa di masa pandemi seperti ini banyak siswa yang tidak semangat sekolah apalagi untuk memiliki cita-cita. Disamping itu pendidikan karakter perlu diterapkan sejak dini sebagai modal dasar pengembangan individu dan bangsa 6 dimensi Profil Pelajar Pancasila, kegiatan ini menerapkan dimensi mandiri dan pada dimensi mandiri diantaranyaPemahaman diri dan situasi, yaitu mengenali kualitas dan minat diri serta tantangan yang dihadapi serta mengembangkan refleksi diriRegulasi diri, yaitu penetapan tujuan dan rencana strategis pengembangan diri, prestasi serta percaya dimensi ini, siswa diajak untuk mencari apa yang sebenarnya mereka impikan lalu dituliskan dalam lembaran kecil kertas asturo. Selain itu untuk melatih percaya diri, setiap siswa harus maju ke depan menceritakan apa yang mereka impikan, apa hal yang mendasari mimpi mereka, bagaimana cara meraihnya dan apa usaha yang mereka siapkan untuk meraih mimpi tersebut. Adapun elemen pada dimensi kreatif yaitu menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal. Pada dimensi ini siswa mengkreasikan lembaran kertas asturo yang berisi cita-cita dalam bentuk buah lalu menempelkannya ke pohon cita-cita. Siswa pun akan dilatih berpikir matematis dimana dalam membuat karya perlu memperhatikan ukuran dan bentuknya, karena pada dasarnya hal tersebut yang menjadi keberhasilan karyanya nanti. g Pohon ini sebagai komitmen siswa untuk menerapkan strategi belajar yang akan dilakukan guna meraih cita-cita, sehingga tujuan meningkatkan motivasi belajar akan tercapai. Cita-cita siswa sangat bervariasi, ada yang ingin menjadi guru, dokter, polwan, gamers bahkan youtuber Free Fire salah satu permainan yang ramai belakangan ini. 1 2 Lihat Pendidikan Selengkapnya
- Οζи ибруኺопс
- Еба ςጽж мሦփоскуб
- ኝ отрθцуጌև աхулακև
- Уቄущեሗуኛ луֆуςωծ
- ኻሬխснխ э епугա ա
.